MERBABU, NEGERI DI ATAS AWAN

Bagi para pendaki, Gunung Merbabu sudahlah tidak asing lagi. Gunung yang bersebelahan dengan Gunung Merapi ini menjadi primadona bagi para pendaki baik profesional maupun pemula (newbie) dengan keajaiban view di tujuh puncaknya. Gunung ini terletak di beberapa wilayah yaitu Magelang (lereng sebelah barat), Boyolali (lereng sebelah timur), Salatiga (lereng sebeah selatan), dan Semarang (lereng sebelah utara). 

Menilik sejarah lampau, menurut etimologi "merbabu" berasal dari gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada catatan Belanda. Merbabu merupakan salah satu gunung mati di Pulau Jawa, namun dahulu kala pada tahun 1560 dan 1797 gunung ini pernah meletus. 

Terdapat beberapa jaur pendakian untuk menuju Puncak Merbabu, di antaranya Kopeng Thekelan, Kopeng Cunthel, Wekas, dan Selo. Dari 4 jalur dengan jarak dan tingkat kesulitan berbeda ini akan bertemu di puncak utama dengan ketinggian 3142 mdpl. Nah, berikut sedikit ulasan dan referensi untuk setiap jalur yang bisa dilalui ketika akan mendaki Gunung Merbabu.

Jalur Wekas

Melewati jalur wekas ini lebih dekat dan banyak terdapat sumber air, merupakan jalur terpendek tapi jarang terdapat bonus (lintasan mendatar). Ketika melewati Pos II kita bisa melihat air terjun yang bertingkat-tingkat dengan latar belakang kumpulan puncak-puncak Gunung Merbabu. Selepas Pos II jalur mulai terbuka hingga bertemu dengan persimpangan jalur Kopeng berada di atas pos V (Watu Tulis), jalur Kopeng. 

Dari persimpangan ini menuju pos Helipad hanya memerlukan waktu 15 menit. Kemudian melewati tanjakan yang disebut Jembatan Setan. Selepas itu terdapat persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif dan ke kanan menuju Puncak Kenteng Songo yang memanjang. 

Kopeng Thekelan

Dari kopeng terdapat banyak jalur menuju ke puncak, namun lebih baik melewati Desa Thekelan karena terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai bantuan yang diperlukan. Kita juga dapat beristirahat di Pos Thekelan yang menyediakan tempat untuk tidur, terutama bila tidak membawa tenda. Dapat juga berkemah di Pos Pending karena di tiga tempat ini kita bisa memperoleh air bersih. 

Sebelum mencapai Pos I, kita akan melewati Pereng Putih, kita harus berhati-hati karena sangat terjal. Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II, menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang dapat dimasuki 5 orang. Konon merupakan pintu gerbang menuju kerjaaan makhluk ghaib. 

Mendekati pos empat kita mendaki Gunung Watu Tulis dengan jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil sehingga licin. Angin kencang membawa debu dan pasir sehingga harus siap menutu mata ketika ada angin kencang. Pos IV yang berada di puncak Gunung Watu Tulis dengan ketinggian mencapai 2.896 MDPL ini disebut juga Pos Pemancar karena di puncaknya terdapat sebuah pemancar radio. Menuju Pos V, jalur menurun dan pos ini dikelilingi bukit dan tebing yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Candradimuka. Di sini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air belerang. 

Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo (Gunung Kenteng Songo) yang memanjang. 

Jalur Selo

Jalur selo merupakan jalur yang terpanjang dibandingkan 3 jalur lainnya. Tapi seringkali menjadi pilihan yang menarik karena kita akan melewati padang rumput dan hutan edelweiss, juga bukit-bukit berbunga yang sangat indah dan menyenangkan. Tidak ada sumber air di jalur ini, biasanya jalur ini digunakan untuk turun ketimbang naik. Jalur menuju Selo ini sangat banyak dan tidak ada rambu penunjuk jalan, sehingga membingungkan pendaki. Banyak jalur yang sering dilalui penduduk untuk mencari rumput di puncak gunung, sehingga pendaki akan sampai di perkampungan penduduk. Ini yang seharusnya membuat pendaki lebih berhati-hati.

Mendaki Gunung Merbabu ini bisa ditempuh dalam waktu 2 hari. Merbabu merupakan gunung pertama yang saya daki, tapi sayangnya tidak sampai puncak dikarenakan fisik sudah tidak kuat. Jalur naik dan turun yang saya dan kawan-kawan lewati waktu itu pun adalah sama yakni jalur selo yang merupakan jalur terpanjang dan tidak ada sumber air di sana. 

- Indahnya padang sabana di jalur selo Merbabu -

- Tim siap berangkat melakukan pendakian -
Semangat begitu menggebu ketika memulai pendakian. Sebenarnya saya baru menyadari kalau waktu itu salah kostum. Memang suhu sangat dingin, dan sangat nyaman memakai jaket dan penutup lainnya. Tapi baru berjalan beberapa langkah, gerah dan itu pakaian harus dicopot daripada membuat tidak nyaman. Nah, tips juga kalau mau mulai pendakian tak perlu memakai jaket karena nanti juga akan gerah dan berkeringat sendiri.

Pendakian waktu itu dimulai hari Sabtu, 30 Maret 2013 pukul 15:00. Sempat ragu karena cuaca waktu itu juga sedang tidak bersahabat. Hujan, berkabut, tapi sudah jauh-jauh ke sini apalagi bagi teman-teman dari Jakarta dan Garut maka sayang kalau tidak dilanjutkan. Pukul 16:45 barulah saya sampai di pos I menyusul teman-teman yang sudah sampai di sana lebih lama. 

Sempat shock dan ingin menyerah karena baru pengalaman pertama mendaki dan ternyata cukup sulit juga. Untungnya ada kawan-kawan yang setia menemani dan selalu memberi semangat. Sebenarnya ketika melakukan pendakian, mental merupakan hal yang terpenting yang harus disiapkan.

- Pos I Dok Malang -

Kurang beruntung sekali waktu itu hujan turun cukup lebat ketika perjalanan dari Pos I menuju Pos II dan sabana. Lagi-lagi saya salah kostum karena bawa jas hujan yang gaun bukan yang pasangan celana dan baju. Cukup ribet sekali memakainya, nah tips juga nih biar lebih nyaman lebih baik memakai jas hujan yang pasangan. Sempat ingin menyerah tapi tak mungkin juga dalam keadaan hujan lebat seperti itu tiba-tiba berhenti. Perjalanan harus tetap dilanjutkan untuk mencari tempat memasang tenda. Dan akhirnya sekitar pukul 07.00 malam kita sampai di tempat camp tepatnya di batu tulis. 

Badan sudah menggigil dan sudah putus asa tidak akan melanjutkan perjalanan esok hari. Tapi, bersyukurlah ketika pagi tiba keadaan sudah membaik dan bisa ikut melakukan summit untuk mengejar sunrise di hari Minggu, 31 Maret 2013. Berjalan selama 10 menit semua terasa lancar dan semangat, tapi setelah itu nafas sudah tersengal-sengal dan sulit untuk melanjutkan perjalanan. Di gunung ini banyak sekali kamuflase puncak bayangan. Ah, gunung saja bisa menyajikan PHP (Pemberi Harapan Palsu).

- Muka sudah loyo di Sabana I -

Tapi, journey must go on. Akhirnya perjalanan pun dianjutkan dengan susah payah berusahan untuk mengejar teman-teman yang sudah duluan sampai di puncak meskipun pada akhirnya tidak bisa juga ketemu dengan mereka di Puncak Kenthengsongo. Tapi, subhanallah indahnya merbabu tak akan pernah terlupakan. 

Begitu banyak pelajaran yang saya dapat ketika mendaki merbabu. Alam ciptaan-Nya begitu indah, jangan sampai kita merusak-Nya. Betapa kecilnya manusia ketika di puncak gunung, tidak ada apa-apanya dibandingkan alam semesta ini. Maka tak sepatutnya berbuat kesombongan. 

- Menjangkau Merapi dari puncak bayangan -
- Indahnya pemandangan dari puncak -

Merbabu, negeri di atas awan dengan segala keindahannya dan bersahabat dengan alam selalu mengajarkan makna kehidupan ini. :)

Sumber foto: dok.pribadi (30-31/03/2013)



Comments

Popular Posts